Kementerian PUPR Ajak Pemangku Kepentingan Tingkatkan Kontribusi Pengelolaan SDA Terintegrasi
Malang - Selain terus berupaya meningkatkan tampungan dan suplai air melalui pembangunan infrastruktur fisik, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bersama mengelola Sumber Daya Air (SDA) dari hulu ke hilir, termasuk kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan tidak membuang sampah ke sungai. Hal tersebut merupakan bagian dari sistem Manajemen SDA Terintegrasi sesuai amanat Undang-Undang (UU) SDA yang baru disahkan DPR RI pada September 2019 lalu.
"Manajemen SDA Terintegrasi/Integrated Water Resources Management (IWRM) merupakan pendekatan baru dari pengembangan pengelolaan SDA yang memperhatikan lingkungan. Tujuannya adalah pengelolaan SDA dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dengan konsep ramah lingkungan untuk menciptakan pemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan publik," kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam menyampaikan keynote speech pada acara International Conference of Water Resources Development and Environmental Protection di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang, Sabtu (12/10/2019).
Dikatakan Anita, Manajemen SDA Teintegrasi mensyaratkan metode yang berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai entitas utamanya. Untuk itu menurutnya Balai Besar/Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR dan Perum Jasa Tirta (PJT) yang merupakan River Basin Organization (RBO) adalah ujung tombak dalam penyelenggaraan pengelolaan SDA di wilayah sungai, dengan dibantu Pemerintah Daerah dan masyarakat yang tergabung dalam komunitas sungai.
"Untuk memastikan pengelolaan SDA yang lebih baik, Pemerintah Indonesia telah membagi menjadi 128 DAS di seluruh Indonesia, yang dibagi kewenangan pengelolaannya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," kata Anita.
Dikatakan Anita, saat ini kapasitas tampungan air di seluruh Indonesia sekitar 14 miliar m3/tahun. Dari kapasitas tersebut hanya mampu mengairi sawah irigasi sebanyak 11% dari total 7 juta hektar lahan irigasi yang di Indonesia. Untuk itu hingga tahun 2018, sebanyak 56 bendungan sudah dalam tahap konstruksi dimana 15 bendungan diantaranya sudah selesai. Tahun 2019 ini beberapa bendungan yang akan dibangun antara lain Bendungan Ameroro di Sulawesi Tenggara, Jragung di Jawa Tengah, dan Tiu Suntuk di Nusa Tenggara Barat.
Rampungnya 65 bendungan pada tahun 2023/2024 yang akan datang akan menambah luas lahan pertanian yang mendapat suplai irigasi premium atau irigasi dari air bendungan menjadi 19%-20%. Disamping itu kehadiran bendungan juga memiliki potensi air baku, energi, pengendalian banjir, dan pariwisata yang akan menumbuhkan ekonomi lokal.
"Selain itu, antara 2014 hingga 2018, juga telah dibangun 865.393 hektare (Ha) jaringan irigasi baru, 2,65 juta Ha rehabilitasi jaringan irigasi, serta 945 buah waduk berkapasitas kecil. Angka tersebut akan terus bertambah hingga akhir tahun 2019," ujar Anita.
Kementerian PUPR sejak tahun 2016 secara bertahap juga telah melaksanakan kegiatan revitalisasi 10 danau dari 15 danau kritis yang menjadi prioritas nasional untuk ditangani. Revitalisasi danau bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami danau sebagai tampungan air melalui pengerukan, pembersihan gulma air/eceng gondok, pembuatan tanggul, termasuk penataan di kawasan daerah aliran sungai.
Sepuluh danau yang sedang ditangani oleh Kementerian PUPR, yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau di Sumatera Barat, Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, Danau Kaskade Mahakam di Kalimantan Timur, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Poso di Sulawesi Tengah, serta Danau Sentani di Papua (Jay)