Ada dugaan mark up dan perjalanan dinas fiktif di Kemenkeu
Merdeka.com - FITRA mengendus ada dugaan kecurangan dalam perjalanan dinas di Kementerian Keuangan. LSM yang fokus bergerak di permainan anggaran itu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut mark up perjalanan dinas di Kemenkeu.
Data yang diperoleh Fitra, pada hasil audit semester 1 tahun 2013, Kemenkeu mengalokasi anggaran perjalanan dinas dalam sebesar Rp 931.189.826.825. Sementara perjalanan luar negeri sebesar Rp 45.250.041.882.
Selanjutnya, belanja perjalanan dinas dalam negeri, perjalanan dinas luar negeri, dan kegiatan pembayaran honorarium kegiatan pada beberapa satuan kerja di lingkungan kementerian keuangan diketahui adanya penyimpangan anggaran dengan modus sebagai berikut:
Kelebihan pembayaran atau mark up pembayaran uang harian dengan total sebesar Rp 303.196.505. Perinciannya pada setjen (sekretariat Jenderal) sebesar Rp 30.630.145, DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) sebesar Rp 11.676.000; DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan)sebesar Rp 9.853.000 dan BKF (Badan Kebijakan Fiskal) sebesar Rp.251.038.360.
"Harga Tiket melebih harga sebenarnya, dengan total sebesar Rp 34.066.543, USD 6.303 dan 824 euro. Terdiri dari setjen sebesar Rp 21.025.572, USD 6.303 dan 824 euro. Sementara Ditjen Bea dan Cukai sebesar Rp.7.620.172 dan DJPK sebesar Rp.5.420.799," kata koordinator FITRA Ucok Sky Khadafi dalam rilis yang diterima merdeka.com, Kamis (27/2).
Lalu ada perjalanan dinas Fiktif atau tidak terdaftar dalam manifest pesawat sebesar Rp 44.010.700 terdiri dari DJBC sebesar Rp 15.639.600, dan DJPK sebesar Rp 28.371.100
Perjalanan dinas belum mendapat izin dari sekretariat negara sebesar Rp 1.914.283.742 terdiri dari setjen sebesar Rp 912.534.386, DJPK sebesar Rp 608.376.000, dan BKF sebesar Rp 393.373.356.
Bukti pertanggungjawaban belum lengkap seperti berupa fotokopi paspor, Tiket, SPPD, dan boarding pas ada pada BKF sebesar Rp 1.241.895.586 untuk 33 orang BKF
"Jadi, dari kasus penyimpangan perjalanan dinas dan kelebihan pembayaran uang harian ini, negara terindikasi mengalami kerugian negara sebesar Rp 3.537.453.076, USD6.303, dan 824 euro," kata Ucok.
FITRA meminta kepada aparat hukum seperti KPK atau kejaksaan untuk segera melakukan penyelidikan atas adanya dugaan penyimpangan anggaran perjalanan dinas, dan mark up atau kelebihan pembayaran uang harian ini.
Walaupun memang, pihak kementerian keuangan telah melakukan penyetoran kembali melalui ke kas negara sebesar Rp.640.126.700, dan USD 6.219. Tetapi, tidak boleh menghilangkan hukum pidana atas kasus ini lantaran telah melakukan penyetoran atas kerugian negara tersebut.
"Dipersilahkan aparat hukum untuk masuk dalam kasus ini. Dan selama ini oleh karena aparat hukum kelihatannya malas melakukan penyidikan," kritik Ucok.
Ucok menambahkan kasus ini bukan satu-satunya. Ada temuan penyimpangan anggaran pada kementerian keuangan priode 2009-2013 sebesar Rp 14.932.497.850.000 dengan sebanyak 1.831 kasus.
"Kasus-kasus ini hanya dijadikan catatan auditor negara saja, tanpa ada tindak lanjut dari pihak aparat hukum," tutupnya.