Konflik Air Baku Bisa Dicegah dengan RISPAM
Penggunaan sumber air baku berpotensi besar menimbulkan konfilk antarwilayah dan antarpengguna. Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum menyeru pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), untuk memastikan kebutuhan air baku bagi pelayanan air minum di daerah masing-masing.
Hal itu dikemukakan Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya, Imam S. Ernawi, ketika memberikan sambutan pada pembukaan Workshop Sinkronisasi Program Penyediaan Air Baku Untuk Air Minum Tahun 2014 yang dilaksanakan bersama oleh Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Sumber Daya Air, di Denpasar, Bali, Kamis (20/02). Workshop dihadiri oleh Dirjen Sumber Daya Air M. Hasan, para Kepala Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai, para Kepala Satker PKPAM Provinsi dari seluruh Indonesia, dan Kepala Dinas PU Provinsi Bali.
"RISPAM merupakan software perencanaan penyediaan kebutuhan air minum di wilayah masing-masing, sehingga Kementerian PU dapat mengetahui dengan pasti seberapa besar kebutuhan air baku untuk air minum di seluruh Indonesia," tutur Imam.
Menurut Imam, upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum dan membuka akses masyarakat seluas-luasnya terhadap air minum yang aman dan terlindungi menghadapi hambatan yang sangat berat. Terutama terkait kapasitas daya dukung dan kualitas air baku di berbagai lokasi yang semakin menurun. Apalagi tidak semua kabupaten/kota memiliki sumber air baku yang terjamin ketersediaannya.
"Banyak isu strategis mengenai ketersediaan air baku bagi air minum, misalnya belum optimalnya upaya perlindungan dan pelestarian terhadap sumber air baku, perencanaan pengalokasian penggunaan air baku yang belum optimal, sehingga seringkali menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna, kemudian banyak pemerintah daerah dan penyelenggara SPAM belum memiliki perencanaan tentang kebutuhan air baku untuk air minum," katanya.
Sementara Direktur Irigasi dan Rawa Ditjen SDA, Eko Subekti mengatakan, terus meningkatnya populasi penduduk ditambah perkembangan perkotaan dan industri, serta diperburuk oleh perubahan iklim, menimbulkan krisis air baku di beberapa wilayah di Indonesia.
"Di masa mendatang, konflik perebutan air baku tersebut semakin terbuka mengingat dari 133 wilayah sungai di Indonesia, hanya 13 sungai yang mengalir di satu kabupaten/kota, 51 sungai mengalir lintas kabupaten/kota, 27 sungai mengalir lintas provinsi, 37 sungai strategis nasional dan 5 sungai mengalir antar negara", jelas Eko Subekti.
Dirjen SDA, Mochamad Hasan mengatakan semua pihak harus memikirkan upaya mengantisipasi pertumbuhan di perkotaan yang semakin meningkat, karena mengakibatkan pengambilalihan saluran irigasi pertanian. Dia menyebutkan, untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) sebesar 100 persen pada 2025 diperlukan perencanaan dan target yang jelas dan terukur.
Pada kesempatan tersebut Imam S. Ernawi dan Mochamad Hasan juga mendukung kerja sama terpadu antara Ditjen SDA dan Ditjen CK dalam mengatasi kekurangan air baku untuk air minum, di antaranya melalui program pembangunan embung di kawasan rawan air, pemanfaatan embung sebagai penampung hasil olahan air limbah, perlindungan air baku dari limbah domestik dan sampah, serta program pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) yang terpadu dari hulu hingga ke konsumen.
"Program RPAM tengah dikembangkan Ditjen Cipta Karya sebagai upaya pencegahan, perlindungan, dan pengendalian layanan air minum dari sumber air baku hingga ke rumah-rumah melalui pendekatan manajemen risiko. Hal itu untuk menjamin tercapainya air minum yang memenuhi kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan keterjangkauan atau 4K," katanya.
Rencana lain, kata Imam, terkait ketersediaan air baku untuk air minum adalah menyiapkan Master Plan Air Baku sesuai RISPAM kabupaten/kota/provinsi, serta meningkatkan ketersediaan air baku untuk air minum bagi daerah rawan air, pulau-pulau terluar, dan daerah pesisir. (Datin CK/Datin SDA)
Sumber : pu.go.id