UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang SDA Sebagai Basis Pengelolaan SDA
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menghadiri undangan diskusi Sekretariat Jenderal DPR RI tentang pembahasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, di Kantor Sekretariat Jenderal DPR RI, Selasa (23/04). Hadir dalam kesempatan ini Direktur Bina PSDA Ditjen SDA Kementerian PU, Arie Setiadi Moerwanto; Kepala Bagian Hukum dan Perundang-Undangan Setditjen SDA Kementerian PU, Nilawati Lubis; Kasubdit Pengaturan Direktorat Bina PSDA, Sigid Hanandjaya; serta staf/jajaran Ditjen SDA Kementerian PU dan Setjen DPR RI.
Acara ini sendiri bertujuan untuk memantau implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta untuk memperoleh data, informasi dan sharing pengalaman dalam pengelolaan sumber daya air, apakah dalam pelaksanaannya telah memenuhi kebutuhan masyarakat atau mengalami hambatan. "Hasil dari pertemuan dengan Kementerian PU ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi anggota DPR untuk menentukan prioritas tahunan. Sebab UU Sumber Daya Air ini telah tercantum dalam prolegnas tahun 2010-2014." Demikian dikatakan Rudi Rochmansyah, Kepala Biro Hukum dan Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Setjen DPR RI, dalam sambutannya.
Arie Setiadi Moerwanto dalam paparannya menyampaikan bahwa masalah air adalah everybody’s business. Bicara tentang air berarti melibatkan banyak pihak. Mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2004, Arie menekankan bahwa tusi Kementerian PU berfokus pada pengelolaan air permukaan. Pengelolaan sumber daya air ini kemudian diimplementasikan melalui pembentukan balai untuk mengelola wilayah sungai yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam melaksanakan kewenangan ini, Kementerian PU berkoordinasi dan bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dewan Sumber Daya Air Nasional, Dewan Sumber Daya Air Provinsi dan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air. Sementara kebijakan umum pengelolaan sumber daya air tingkat nasional sendiri ditentukan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional.
Arie lebih lanjut menguraikan, masalah perizinan pengelolaan sumber daya air ada di tingkat pemerintah pusat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pelimpahan perizinan di tingkat pemerintah daerah. “Namun pelimpahan perizinan di tingkat pemerintah daerah ini harus didahului dengan adanya kesiapan sistem. Tujuannya tentu supaya ada sustainability dan keadilan,” jelas Arie.
Berbicara mengenai konservasi SDA, Arie mengatakan Kementerian Pekerjaan Umum melakukan upaya konservasi sumber daya air yang bersifat struktural dan nonstruktural dengan melibatkan peran masyarakat, seperti kegiatan konservasi di badan air, serta penghijauan yang berada di kawasan sabuk hijau (green belt). Berkaitan dengan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air ini, Kementerian PU berniat memberikan apresiasi kepada masyarakat peduli air dan komunitas sungai di Indonesia. Apresiasi ini akan diberikan dalam rangkaian acara puncak perayaan Hari Air Dunia di Semarang pada bulan Mei 2013.
Arie menggarisbawahi bahwa UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjadi basis pengelolaan sumber daya air oleh Kementerian PU. “Pengelolaan sumber daya air harus dilihat sebagai satu sistem yang utuh dari hulu ke hilir. Perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, yang diformulasikan ke dalam pola yang disepakati bersama oleh semua stakeholder terkait,” pungkas Arie.
(Datin SDA)