Diskusi Daerah Aliran Sungai Kritis, Menanti Bencana
Banda Aceh - Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Aceh berpartisipasi dalam acara diskusi "Daerah Aliran Sungai Krisis, Menanti Bencana" yang digelar secara daring oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh dan Wahana Lingkungan pada Selasa (7/9/2021) yang digelar secara daring melaui Aplikasi Zoom Meeting.
Selain itu, hadir juga narasumber dari Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Krueng Aceh (BPDASHL), perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia-Aceh; dan dosen Ilmu Geologi Universitas Syiah Kuala.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Krueng Aceh, Bapak Eko Nurwijayanto mengatakan, untuk saat ini di Aceh terdapat 954 Daerah Aliran Sungai (DAS), 20 diantaranya sudah terjadi kerusakan.
Selanjutnya Teknik Pengairan Madya BWS Sumatera I Aceh, menyampaikan beberapa daerah paling rawan banjir bandang, diantaranya Aceh Singkil dan Aceh Utara. Di Aceh Utara, terdapat Wilayah Sungai Jambo Ayee dan di di Wilayah Sungai Alas-Singkil. Kondisi sungai ini dalam keadaan tidak sehat sehingga berpotensi mendatangkan banjir bandang. Itu karena perambahan hutan, ilegal logging dan pengrusakan aliran sungai," Ucap Bapak Abustian.
Bapak Abustian juga menyampaikan beberapa sungai sudah direhab dengan dibangun tanggul. Ini adalah salah satu langkah untuk mencegah banjir luapan ke pemukiman warga.
Kasi Pencegahan, Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Bapak Yudhie Satria, mengatakan, bencana ekologi seperti banjir dan longsor adalah dampak dari kerusakan daerah hulu sungai. BPBA hanya bisa membangun kesiapsiagaan pada warga dalam menghadapi bencana. "Sebab di Aceh sendiri saat ini bencana alam berupa banjir dan tanah longsor sudah menjadi langganan".
Dosen Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala (USK), Bapak Ibnu Rusidy mengatakan beberapa faktor memicu bencana ekologi, yakni curah hujan tinggi, pembangunan di daerah rawan longsor, kawasan rawan gempa, dan kondisi lereng yang curam. Untuk mencegah terjadi longsor dan banjir perlu diperkuat daya tahan tanah dengan menanam pohon. "Potensi lonsgor dan banjir bisa dihindari kalau kawasan hulu, hutan lindung ditanami berakar kuat," ujar Ibnu.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menerangkan, penyebab lain akan tingginya bencana alam di Aceh ialah, maraknya pertambangan ilegal di hulu sungai dan galian C secara serampangan.
Dia mencontohkan jembatan di Bireuen, ambruk karena dampak galian C di sungai tersebut. "Pertambangan di kawasan hutan harus ditindak. Selama ini seperti ada pembiaran. Tambang ilegal maupun legal itu berdampak pada kerusakan sungai dan airnya tercemar".